Ormas Petir Riau Terancam Dibekukan Setelah Ketua Diduga Lakukan Pemerasan Rp 5 Miliar

Ormas Petir Riau Terancam Dibekukan Setelah Ketua Diduga Lakukan Pemerasan Rp 5 Miliar
Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar

SEBALIK.COM, PEKANBARU - Organisasi kemasyarakatan Pemuda Tri Karya (Petir) Riau tengah berada dalam proses pembekuan di Kementerian Hukum dan HAM. Langkah ini muncul menyusul kasus dugaan pemerasan yang dilakukan oleh Ketua Ormas, Jekson Sihombing (JS), terhadap seorang pengusaha dengan nilai mencapai Rp 5 miliar.

Modus yang diduga dilakukan JS adalah mengancam korban melalui sejumlah media online tanpa memberikan hak jawab, menuding perusahaan tersebut melakukan korupsi dan pencemaran lingkungan, serta mengancam akan menggelar demo di Jakarta jika permintaannya tidak dipenuhi.

Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kemendagri, Bahtiar, menyampaikan bahwa pihaknya telah menerima rekomendasi dari Kapolda Riau terkait pembekuan Petir.

Menurut Bahtiar, karena ormas ini berbadan hukum, proses pembekuan mengikuti asas contrarius actus, yakni lembaga yang mengesahkan badan hukum memiliki kewenangan untuk mencabutnya—inilah sebabnya proses dilakukan melalui Kemenkum. Selain itu, Kemendagri juga mengirim perwakilan untuk memantau secara langsung perkembangan kasus ini di Riau.

Pemerintah menekankan bahwa meskipun warga negara memiliki kebebasan berserikat dan berkumpul, kebebasan tersebut tidak boleh disalahgunakan untuk melakukan tindakan kriminal.

“Keberadaan ormas harus memberikan manfaat bagi masyarakat, bukan merugikan,” tegas Bahtiar.

Ia menambahkan bahwa penegakan hukum, termasuk kasus pemerasan ini, menjadi tanggung jawab kepolisian dan harus dijalankan sesuai koridor hukum.

JS kini telah ditetapkan sebagai tersangka dan dijerat Pasal 368 Ayat (1) KUHP tentang pemerasan, dengan ancaman pidana penjara hingga sembilan tahun. Dugaan pemerasan yang dilakukan JS tidak hanya merugikan perusahaan korban secara finansial, tetapi juga menimbulkan kerugian reputasi, karena tudingan yang disebarkan secara online menurunkan kepercayaan investor.

Kasus ini menjadi peringatan bagi ormas lain bahwa kebebasan berserikat harus dijalankan dalam koridor hukum. Pemerintah dan aparat penegak hukum menegaskan bahwa tindakan kriminal tidak bisa dibenarkan dengan kedok organisasi kemasyarakatan. (*)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index