Oleh: Dr Zulfikri Toguan SH MH MM
(Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Riau)
INDONESIA secara tegas menyatakan diri sebagai negara hukum. Konstitusi menempatkan hukum sebagai panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Namun di tengah masyarakat, khususnya menjelang akhir tahun, pertanyaan klasik kembali mengemuka: apakah hukum sudah benar-benar menghadirkan rasa keadilan?
Berbagai survei sejak beberapa tahun terakhir menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap penegakan hukum masih naik-turun. Di satu sisi, regulasi terus diperbarui dan lembaga penegak hukum semakin lengkap. Di sisi lain, masyarakat masih sering merasa hukum belum berpihak pada keadilan yang mereka harapkan.
- Baca Juga Tarik Mundur Kedaulatan Rakyat
Hukum yang Pasti, tapi Belum Tentu Adil
Kepastian hukum memang penting. Namun hukum tidak boleh berhenti pada kepastian prosedural semata. Ketika putusan dinilai sah secara hukum tetapi melukai rasa keadilan, maka hukum kehilangan makna sosialnya.
Undang-undang sendiri menegaskan bahwa hakim wajib menggali nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat. Artinya, hukum harus dibaca dengan nurani, bukan hanya dengan teks pasal. Pendekatan hukum yang terlalu kaku justru berpotensi menjauhkan hukum dari masyarakat.
Integritas Aparat Jadi Sorotan
Masalah utama penegakan hukum bukan semata-mata terletak pada aturan. Justru persoalan integritas dan profesionalisme aparat penegak hukum masih menjadi pekerjaan rumah besar. Laporan masyarakat terkait dugaan pelanggaran etik aparat yang terus bermunculan menunjukkan bahwa kepercayaan publik belum sepenuhnya pulih.
Tanpa integritas, sebaik apa pun undang-undang yang dibuat tidak akan mampu menghadirkan keadilan. Reformasi hukum tidak cukup dilakukan di atas kertas, tetapi harus menyentuh budaya dan moral penegaknya.
Hukum dan Kekuasaan
Prinsip persamaan di hadapan hukum merupakan jantung negara hukum demokratis. Namun persepsi publik kerap melihat hukum berjalan tidak seimbang, terutama ketika berhadapan dengan kepentingan politik dan ekonomi yang kuat.
Jika hukum terlalu dekat dengan kekuasaan, maka ia berisiko menjadi alat legitimasi, bukan alat pengendali. Di titik inilah independensi lembaga penegak hukum diuji.
Akses Keadilan Masih Terbatas
Bagi masyarakat di daerah, termasuk di Riau, akses terhadap keadilan masih menjadi persoalan nyata. Bantuan hukum bagi masyarakat kurang mampu belum sepenuhnya menjangkau semua lapisan. Keterbatasan anggaran, sumber daya, dan literasi hukum membuat hukum terasa jauh dari kehidupan sehari-hari masyarakat kecil.
Padahal, hukum seharusnya hadir pertama-tama untuk mereka yang paling membutuhkan perlindungan.
Menutup Tahun dengan Refleksi
Akhir tahun seharusnya menjadi momentum evaluasi bersama. Penegakan hukum yang ideal tidak hanya mengejar kepastian, tetapi juga keadilan dan kemanfaatan. Keberhasilan hukum tidak diukur dari banyaknya perkara yang ditangani, melainkan dari sejauh mana masyarakat merasakan keadilan itu sendiri.
Jika hukum mampu menyentuh rasa keadilan publik, maka kepercayaan akan tumbuh. Dan tanpa kepercayaan, negara hukum hanya akan menjadi slogan. (*)