SEBALIK.COM - Program Inkubasi Wakaf Produktif sudah bergulit di 30 kota yang tersebar di Indonesia. Kementerian Agama memberikan bantuan pengembangan modal usaha di masing-masing titik sebesar Rp75 juta.
Inkubasi Wakaf Produktif merupakan program pengelolaan lahan wakaf produktif yang peruntukannya untuk perekonomian warga sekitar. Program ini digulirkan berbasis ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Kemenag memfasilitasi melalui pelatihan, pemberian bantuan dana, dan pendampingan.
Peluncuran program ini digelar di Joglo Wakaf Ziswaf Masjid Pelajar, Mijen, Kota Semarang, Sabtu (25/10/2025). Adapun tiga puluh lokus Program Inkubasi Wakaf Produktif (IWP) itu tersebar di Provinsi Aceh (3), DI Yogyakarta (3), DKI Jakarta (1), Jawa Barat (5), Jawa Tengah (8), Jawa Timur (2), Kepulauan Bangka Belitung (3), Gorontalo (1), Maluku (1), Nusa Tenggara Barat (1), dan Sulawesi Selatan (2). Lokasi-lokasi tersebut dipilih berdasarkan potensi lahan wakaf dan kesiapan lembaga pengelola wakaf di daerah.
Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Kemenag, Abu Rokhmad, menyebut peluncuran ini sebagai babak baru pengelolaan wakaf di Indonesia. Menurutnya, program ini merupakan langkah strategis dalam menggeser paradigma pengelolaan wakaf dari fungsi tradisional menjadi lebih produktif dan berorientasi pada peningkatan ekonomi umat.
“Program Inkubasi Wakaf Produktif memiliki makna strategis. Kita ingin menggeser paradigma dari tanah wakaf yang nonproduktif menjadi wakaf produktif yang dapat menggerakkan ekonomi umat. Di Semarang kita sudah melihat contoh konkret, seperti pertanian, peternakan, dan perikanan yang bisa dikembangkan sehingga manfaatnya nyata bagi masyarakat,” ujar Abu Rokhmad.
Melalui program ini, Kemenag mendorong para nazir untuk mengelola aset wakaf dengan pendekatan kewirausahaan sosial. Model pengembangannya tidak hanya berfokus pada pertanian dan peternakan, tetapi juga mencakup perikanan, pengolahan hasil bumi, serta sektor-sektor produktif lainnya yang mendukung kemandirian ekonomi masyarakat.
Abu menjelaskan, selama ini wakaf berperan penting dalam penyediaan sarana keagamaan dan pendidikan. Namun, menurutnya, potensi wakaf dapat diperluas agar berfungsi sebagai instrumen pemberdayaan ekonomi umat.
“Kita ingin agar wakaf memberi dampak nyata bagi masyarakat secara luas, baik dalam aspek ekonomi maupun pendidikan, sehingga anak-anak kita juga bisa sekolah,” tambahnya.
Kampung Zakat
Selain inkubasi Wakaf Produktif, Kemenag juga menggelar Program Kampung Zakat. Program ini diinisiasi Ditjen Bimas Islam bekerja sama dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), sejumlah Lembaga Amil Zakat (LAZ), serta para nazir wakaf di Jawa Tengah.
Kemenag menyalurkan bantuan hibah kepada sebelas lembaga amil zakat dan mitra pemberdayaan. Di antaranya, Yatim Mandiri menerima bantuan beasiswa pendidikan yatim sebesar Rp30 juta, DT Peduli memperoleh Rp20 juta untuk program kesejahteraan guru ngaji, Lazis Baiturrahman mendapat Rp10 juta untuk pendidikan dan kesehatan, serta Rumah Zakat menerima Rp20 juta untuk program pemberdayaan ekonomi.
Bantuan juga diberikan kepada YDSF sebesar Rp10 juta, Nurul Hayat Rp20 juta, Lazis Jateng Rp20 juta, LAZMKU Jateng Rp10 juta, PPPA Daarul Qur’an Rp10 juta, BMM Jateng Rp10 juta, dan Ziswaf Masjid Pelajar sebesar Rp24 juta untuk kegiatan dakwah. Dua Kantor Urusan Agama (KUA) di Kota Semarang, yaitu KUA Tugu dan KUA Pedurungan, juga menerima dukungan Penguatan Ekonomi Umat (PEU) dari BAZNAS RI masing-masing sebesar Rp50 juta.
“Gerakan wakaf atau program inkubasi wakaf produktif itu sebenarnya bagian dari kita mengamalkan ajaran agama. Bukan hanya beragama saja, tapi juga harus berdaya. Umat yang berdaya adalah umat yang kuat,” ujar Abu Rokhmad.
Program Kampung Zakat dan Inkubasi Wakaf Produktif ini menjadi model kolaborasi yang menyatukan KUA, LAZ, BAZNAS, dan masyarakat dalam satu ekosistem ekonomi keagamaan. Pendekatan ini diharapkan dapat menumbuhkan kemandirian ekonomi umat berbasis nilai-nilai religius.
Melalui mekanisme inkubasi, para nazir akan mendapatkan pendampingan, pelatihan manajemen, hingga akses permodalan agar unit usaha wakaf yang mereka kelola dapat berjalan produktif dan berkelanjutan. Abu berharap model ini dapat direplikasi di berbagai daerah dan menjadi rujukan nasional dalam pengembangan wakaf produktif di Indonesia. (*)