SEBALIK.COM , PEKANBARU - Lambatnya respons Perum Bulog dalam mendistribusikan bantuan beras saat bencana ternyata bukan hanya disebabkan oleh faktor teknis seperti akses jalan yang terputus. Persoalan mendasar justru terletak pada rumitnya regulasi birokrasi yang membelenggu kecepatan pengambilan keputusan di lapangan.
Pengamat Ekonomi Dahlan Tampubolon menyoroti Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) Nomor 30 Tahun 2023 sebagai salah satu akar permasalahan kelambatan distribusi logistik pangan dalam situasi darurat.
"Peraturan ini memperjelas bahwa Bulog, meskipun memiliki stok beras yang melimpah, tidak dapat langsung mendistribusikan dalam jumlah besar, terutama untuk intervensi pasar seperti kondisi bencana," ungkap Dahlan, Rabu (3/12/2025).
Ia menjelaskan, pengeluaran stok beras dari Cadangan Beras Pemerintah (CBP) harus seizin Badan Pangan Nasional (Bapanas). Tidak hanya itu, pergerakan stok juga memerlukan persetujuan dari Dewan Pengarah dan Pengawas Danantara.
"Jadi, betapapun mendesaknya kondisi masyarakat yang membutuhkan, kalau surat-surat dan persetujuan dari Bapanas belum turun, Bulog seperti macan ompong yang tidak bisa berbuat apa-apa," tegas Dahlan.
Menurut Dahlan, kompleksitas birokrasi semakin bertambah karena Perbadan 30/2023 mengatur bahwa Kepala Bapanas sendiri harus mendapat persetujuan dari Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Bulog, khususnya untuk kebijakan strategis. RUPS ini diwakili oleh Menteri BUMN, yang kini berada di bawah naungan Danantara selaku pemegang saham.
"Bayangkan, rantai komandonya dimulai dari Kepala Perum Bulog, naik ke Kepala Bapanas, kemudian harus mendapat restu dari Menteri BUMN. Rantai komando berlapis yang membutuhkan banyak persetujuan inilah yang mencekik kecepatan respons logistik di lapangan," papar Dahlan.
Dahlan menegaskan bahwa dalam kondisi bencana yang membutuhkan keputusan dalam hitungan jam, proses birokrasi yang melibatkan berbagai kementerian dan badan ini membuat distribusi beras Bulog menjadi sangat lambat.
"Pada akhirnya, rakyatlah yang menjadi korban. Ini jelas menunjukkan kelemahan koordinasi kebijakan pangan negara di saat darurat," tandas Dahlan Tampubolon.
Kritik terhadap sistem birokrasi pangan ini menjadi catatan penting bagi pemerintah untuk segera melakukan evaluasi dan penyederhanaan mekanisme pengambilan keputusan, terutama dalam situasi darurat yang memerlukan respons cepat. (Maoelana)