LAMR Desak PHR Transparan dalam Penyaluran Participating Interest, Jangan Akal-akalan

LAMR Desak PHR Transparan dalam Penyaluran Participating Interest, Jangan Akal-akalan
Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil

SEBALIK.COM, PEKANBARU – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR) mendesak Pertamina Hulu Rokan (PHR) memberikan penjelasan terbuka dan adil terkait penyaluran participating interest (PI) wilayah kerja Rokan yang seharusnya menjadi hak daerah.

LAMR menilai hingga kini daerah hampir tidak menerima manfaat PI tersebut, sehingga perlu ada klarifikasi resmi kepada masyarakat Riau.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR, Datuk Seri H. Taufik Ikram Jamil, menyebut banyak warga Riau mempertanyakan alasan minimnya PI yang diterima daerah.

“Banyak masyarakat meminta LAMR memanggil PHR untuk memberi penjelasan yang masuk akal, bukan sekadar akal-akalan. Jangan sampai masyarakat datang beramai-ramai ke PHR,” tegasnya, Jumat (28/11/2025).

PI Berpotensi Bernilai Triliunan, tapi Daerah Hanya Terima “Satu Dolar Sebulan”

Sebagai satu-satunya organisasi adat yang dicantumkan dalam Perda, LAMR merasa memiliki tanggung jawab moral untuk menyuarakan kepentingan daerah. Datuk Seri Taufik menjelaskan, jika PI dikelola dengan benar, Riau bisa memperoleh lebih dari Rp 3 triliun per tahun, angka yang sangat berarti bagi APBD Riau yang masih bergantung pada sektor migas.

Namun kenyataannya, dana PI justru terus menyusut drastis. “Malangnya, dana ini terus berkurang, malah hanya dapat satu dolar sebulan,” ungkapnya.

Menurut penjelasan yang disampaikan kepada LAMR, kondisi itu dipicu oleh investasi baru PHR di wilayah kerja Rokan. Namun, Taufik menilai langkah tersebut seharusnya dikomunikasikan terlebih dahulu dengan pihak daerah, mengingat situasi ekonomi yang sedang berat.

LAMR juga menerima banyak keluhan masyarakat terkait isu lain menyangkut keberpihakan PHR, mulai dari penyerapan tenaga kerja lokal, peluang bagi perusahaan daerah, hingga lokasi kantor PHR yang tidak berada di Riau. Semua persoalan itu sebelumnya sudah pernah disampaikan LAMR kepada manajemen PHR, namun dinilai belum mendapat jawaban yang memadai.

Isu PI menjadi yang paling lantang disuarakan belakangan ini, baik oleh Pemprov Riau maupun DPRD Riau.

Taufik menegaskan, setiap aktivitas eksploitasi migas di Riau berkaitan kuat dengan ruang hidup masyarakat adat.

“Eksploitasi minyak di Riau bagaimanapun dilaksanakan di bumi Riau yang secara budaya terkait dengan aset adat. Di mana ada adat, di situ tanah bertempat,” ujarnya.

Ia mengingatkan bahwa undang-undang secara jelas menyebut Riau sebagai daerah beradat Melayu, yang esensinya dikristalisasikan melalui keberadaan LAMR.

LAMR berharap PHR segera membuka penjelasan resmi dan transparan demi mencegah kesalahpahaman serta menjaga hubungan baik antara perusahaan negara itu dengan masyarakat Riau. (*)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index