SEBALIK.COM , PEKANBARU - Tenaga Ahli Gubernur Riau Tata Maulana yang ditahan bersama Gubernur Riau Abdul Wahid oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI akhirnya dibebaskan Rabu (4/11/25) dini hari pukul 03.00 WIB, setelah melewati pemeriksaaan selama dua hari, sejak ditahan Senin di Mako Brimob Riau.
Tata saat dijumpai awak media menceritakan kronologi kejadian. Ia merasa banyak kejanggalan yang terjadi, di antaranya peristiwa OTT yang terjadi di kantor PUPR langsung dikaitkan dengan Gubernur Abdul Wahid.
"Pada waktu itu sekitar pukul 13.00 lewat, Gubernur Wahid sedang menerima tamu bupati Siak, kapolda, dan menyusul bertamu Wagubri SF Haryanto" cerita Tata, Jumat (7/11/2025).
Selang beberapa saat sekitar pukul 15.00, Tata, mendapat info dari walpri, ada pihak yang datang menyita hp petugas Satpol PP dan mencari nama, dimana Tata, nomor plat mobilnya.
Mendengar laporan itu Tata merasa heran. "Kenapa mencari saya, belakangan baru tau itu adalah rombongan KPK," lanjut Tata lagi bercerita.
Tata tidak langsung melapor kepada gubernur yang sedang menerima tamu tersebut, hingga kemudian tamu-tamu pulang. Lalu setelah itu gubernur mengajak keluar untuk mencari tempat ngopi, itu sekita pukul 16.00 WIB.
"Saya di mobil terpisah bersama protokol di belakang, sepanjang perjalanan itu baru saya tau ada berita OTT di kantor PU sekitar pukul 13.00 sebelumnya," beber Tata.
Tata yang pada saat itu mendampingi gubernur saat sampai di lokasi tempat ngopi, Jalan Paus, baru mengatakan ada berita OTT di kantor PUPR.
Gubenur kemudian membuka-buka berita saat itu. "Betapa terkejutnya kami saat itu tidak berapa lama setelahnya, sekita pukul 17.00 tiba-tiba KPK datang menyergap gubernur, langsung menyita hp gubernur," lanjut Tata.
Setelah disita, lalu hp gubri dipaksa untuk dibuka dan disadap saat itu juga. "Mungkin dikloning isi datanya," imbuhnya.
Petugas KPK mengatakan ada menemukan barang bukti berupa uang di kantor PU. Tata sempat bertanya apa kaitan dengan gubernur, petugas KPK langsung minta tetap kooperatif.
Ia juga ditanya siapa dan dijawab Tata Maulana. Petugas KPK itu mengatakan, Tata ini juga target. Ia diminta ikut. Namun dalam hati Tata bertanya-tanya, apa kaitannya. "Saya merasa hampir tidak pernah berhubungan dengan pihak PU," ungkap Tata.
Tata yang disebut orang dekat gubernur ini dibawa ke Mako Brimob. Sampai di sana pas saat azan maghrib. Setelah diperiksa malam di Mako Brimob, Tata baru memahami, ada pengakuan sepihak dari pegawai PUPR yang ditahan.
"Uang yang OTT di tangan mereka mau diserahkan ke pak gubernur, lalu membuat pengakuan mereka diperas. Inilah kejanggalan selanjutnya, yang terkesan sangat dipaksakan, seperti sudah terencana dengan rapi," sebutnya.
Tata merasa sedih melihat gubernur yang kebingungan saat itu, tiba-tiba disergap, hp disita dan setelahnya langsung ditahan.
"Belum lagi sampai di Mako Brimob, saya melihat berita waktu disiarkan baik berita nasional, lokal naik secara serentak, kalau dilihat waktunya bersamaan, seperti ada indikasi dibuat serentak dan sudah disiapkan berita itu sebelumnya, dengan judul gubernur Riau di OTT KPK," ceritanya sambil meneteskan air mata.
Lebih lanjut Tata bercerita, dirinya seperti ditarget, tetapi setelah diperiksa tidak ada keterlibatan dalam peristiwa itu.
"Saya heran, karena memang saya tidak pernah berhubungan dengan PUPR, tetapi saya seperti ditarget. Pertanyaan BAP terhadap saya menanyakan apakah pernah mendengan ada perintah permintaan 5%, apakah pernah mengetahui jika ada penyerahan uang ke gubernur, apakah saudara tau ada pertemuan dengan kadis dan UPT dengan gubernur, saya bantah semua, karena memang saya tidak pernah mendengan dan mengetahui," cerita Tata lagi.
Tata menduga penetapan tersangka terhadap gubernur sangat tidak berdasar.
"Bagaimana mungkin pengakuan sepihak dari Dinas PUPR bisa langsung menjerat gubernur. Ia bilang uang itu untuk gubernur, bahwa mereka diperas dan dipaksa, sampai meminjam-minjam uang ke bank, itu semua harus bisa dikonfirmasi kebenarannya, apakah ada riwayat elektronik perintahnya, atau dokumen, atau rekaman, jangan hanya pengakuan tuduhan sepihak saja dijadikan landasan," jelas Tata.
"Terlebih dalam kronologisnya, PUPR yang di OTT itu mengakui ada bahasa gubenur 'matahari hanya satu', yang kemudian ditafsirkan sebagai bentuk ancaman, pernyataan itu juga harus dikonfirmasi dulu, baik rekaman, video, sehingga terkonfirmasi kebenarannya, selama diperiksa saya tidak mendengan adanya rekaman, sadapan yang diperdengarkan, minimal sebagai petunjuk awal, saya menduga dasar tuduhannya hanya pengakuan sepihak daru kadis PU, sekretaris dan UPT untuk menjerat gubernur," ungkap Tata.
Ia berharap dan berdoa semoga ada keadilan bagi gubernur Riau.
“Masyarakat tentu bisa menilai, kejanggalan-kejanggalan yang terjadi selama proses OTT. Saya baru tau OTT PUPR jumlahnya 750 juta, lalu rumah satu UPT digeledah ditemukan lagi 50 juta, untuk menambah barang-barang bukti lagi karena di rumah dinas kediaman tidak ditemukan uang, rumah pak gub yang di Jakarta digeledah, uang tabungan beliau disita, tempat berbeda dari peristiwa OTT, apakah ini benar? Janggal pastinya, semoga ada keadilan bagi gubernur Riau,” harap Tata.
Terakhir Tata juga meluruskan pemberitaan yang framing dirinya menyerahkan diri ke gedung KPK.
"Saya tidak menyerahkan diri, saya tertinggal dari rombongan yang diberangkatkan pagi, sehingga baru siang pukul 14.30 diberangkatkan ke KPK. Karena pemeriksaan BAP saya belum selesai saat di Mako Brimob," tutup Tata. (*)