Kritik MSCI dan Momentum Membangun Kredibilitas Pasar Modal Indonesia

Kritik MSCI dan Momentum Membangun Kredibilitas Pasar Modal Indonesia
Irvan Nasir

Oleh: Irvan Nasir

MSCI Inc yang dulu dikenal sebagai Morgan Stanley Capital International baru saja melansir sebuah laporan yang memunculkan kembali perdebatan soal kredibilitas pasar modal Indonesia. 

Dalam laporan itu, MSCI menyoroti rendahnya tingkat free float dan keterbatasan likuiditas beberapa saham utama di Bursa Efek Indonesia (BEI). Sejumlah media internasional kemudian menafsirkan bahwa pasar Indonesia “kurang kredibel” bagi investor global.

Sebagian orang bereaksi emosional. Ada yang merasa tersinggung, bahkan sedih, karena seolah bangsa ini kembali dipandang sebelah mata. Namun sejatinya, kritik seperti ini perlu disikapi dengan kepala dingin dan hati besar. Ia bukan vonis, melainkan alarm pengingat bahwa perjalanan menuju pasar keuangan yang matang belum selesai.

1. Kritik Bukan Kutukan, Tapi Cermin

MSCI adalah penyedia indeks keuangan global yang menjadi rujukan ribuan investor institusional di seluruh dunia. Ketika mereka menilai suatu pasar, tolok ukurnya bukan ideologi atau politik, melainkan data: seberapa likuid sahamnya, seberapa transparan laporannya, seberapa besar kepemilikan publiknya, dan seberapa konsisten penerapan prinsip tata kelola perusahaannya.

Jadi ketika MSCI memberi catatan pada Indonesia, itu bukan berarti pasar kita tidak kredibel, melainkan belum seefisien yang diharapkan oleh investor global. Kritik ini harus dilihat sebagai masukan profesional, bukan hinaan terhadap bangsa. Karena sesungguhnya, pasar modal adalah ruang belajar kolektif: yang cepat beradaptasi akan naik kelas, yang defensif akan tertinggal.

2. Indonesia Sudah Beranjak Dewasa

Pasar modal Indonesia bukanlah anak bawang. Hingga 2025, kapitalisasi pasar BEI telah melampaui Rp11.000 triliun, dengan lebih dari 900 perusahaan tercatat dan jutaan investor aktif. Program Yuk Nabung Saham dan kemudahan pembukaan rekening efek membuat partisipasi masyarakat meningkat pesat.

Dari sisi kebijakan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan BEI juga terus memperkuat tata kelola dan mendorong penerapan prinsip ESG (Environmental, Social, Governance). Kini, semakin banyak emiten yang melaporkan jejak karbon, menambah komisaris independen, dan memperluas program tanggung jawab sosial.

Semua ini menandakan bahwa pasar modal Indonesia sedang tumbuh ke arah yang lebih modern dan inklusif. Kritik MSCI justru datang di saat yang tepat ketika kita sedang berbenah dan menata ulang fondasi untuk jangka panjang.

3. Tantangan yang Bisa Diatasi

Satu sorotan utama MSCI adalah rendahnya free float saham di beberapa emiten besar. Artinya, sebagian besar saham masih dikuasai pemilik pengendali, sehingga volume perdagangan terbatas. Kondisi ini memang bisa membuat indeks kurang mencerminkan dinamika pasar sesungguhnya.

Namun, persoalan ini bukan hal baru dan bukan hanya milik Indonesia. Negara-negara Asia lain seperti Malaysia, Filipina, bahkan Korea Selatan pun pernah menghadapi situasi serupa. Mereka kemudian memperbaiki diri melalui reformasi bertahap: memperbesar kepemilikan publik, memperketat aturan keterbukaan informasi, dan memperkuat peran investor institusional domestik.

Indonesia sedang menuju ke arah itu. OJK telah mendorong kebijakan minimum public float dan memperkuat pengawasan terhadap praktik insider trading. BEI pun secara aktif mengedukasi emiten agar memperluas basis investor publik. Langkah-langkah ini akan memperdalam likuiditas dan meningkatkan kepercayaan investor global.

4. Potensi yang Tak Boleh Diabaikan

Justru di tengah kritik ini, banyak indikator fundamental Indonesia yang patut dibanggakan. Kita memiliki populasi muda produktif, pertumbuhan ekonomi stabil di atas 5%, inflasi terkendali, dan cadangan devisa yang terus meningkat. Dari sisi industri, sektor teknologi, energi hijau, dan ekonomi kreatif sedang tumbuh pesat yang membuka peluang bagi lahirnya perusahaan publik baru yang berorientasi global.

Bagi investor jangka panjang, kombinasi stabilitas makroekonomi dan transformasi digital adalah daya tarik luar biasa. Bahkan beberapa lembaga keuangan internasional menyebut Indonesia sebagai the next growth story in Asia. Dengan penguatan tata kelola dan perbaikan struktur pasar, potensi ini bisa menjadi magnet investasi baru di kawasan.

5. Kritik Sebagai Titik Awal Kolaborasi

Kita perlu memandang MSCI bukan sebagai pengadil, tetapi sebagai mitra dalam proses pendewasaan pasar modal nasional. Kritik mereka sesungguhnya adalah ajakan agar Indonesia memperkuat transparansi, meningkatkan likuiditas, dan memperluas partisipasi publik.

Pemerintah, OJK, BEI, emiten, dan investor harus membaca sinyal ini sebagai wake-up call yang positif.
Kita perlu memperluas kepemilikan publik, memperbaiki pelaporan ESG, menegakkan aturan terhadap manipulasi pasar, serta memperkuat literasi keuangan masyarakat agar investor domestik semakin dominan.

Kredibilitas tidak dibangun dengan kata-kata, melainkan dengan konsistensi kebijakan dan integritas pelaku pasar.

6. Optimisme yang Berdasar

Mari kita jawab kritik bukan dengan amarah, tetapi dengan data. Indonesia masih termasuk dalam MSCI Emerging Markets Index; artinya, kita tetap diakui sebagai bagian penting dari perekonomian global. Nilai transaksi harian di BEI mencapai rata-rata Rp13 triliun, dan kontribusi investor domestik kini melebihi 50%. Itu tanda bahwa kepercayaan publik sedang tumbuh.

Ya, pasar modal kita masih punya pekerjaan rumah, tapi arah perubahannya sudah benar. Kritik MSCI hanyalah pengingat agar kita tidak cepat puas. Karena di balik semua catatan itu, tersimpan keyakinan: Indonesia bisa, dan sedang menuju ke sana.

7. Dari Keprihatinan ke Kebangkitan

Menangis karena cinta tanah air itu wajar. Tapi setelah air mata kering, kita harus berdiri dan bekerja.
Pasar modal yang kredibel bukan dibangun oleh investor asing, melainkan oleh anak bangsa yang percaya pada masa depan negerinya sendiri.

Kritik MSCI seharusnya menjadi cambuk, bukan cambuk yang menyakitkan, melainkan cambuk yang membangunkan. Sebab bangsa yang besar bukanlah bangsa yang tanpa kekurangan, melainkan bangsa yang berani memperbaiki diri dengan kesungguhan dan integritas.

Dan bila reformasi pasar modal terus berjalan seperti sekarang; lebih transparan, inklusif, dan berorientasi tata kelola, maka bukan mustahil suatu hari nanti MSCI justru menempatkan Indonesia sebagai contoh sukses transformasi pasar keuangan dunia.

Karena pada akhirnya, kredibilitas bukan sesuatu yang diminta, tetapi sesuatu yang diperjuangkan dan dibuktikan. Dan kita - bangsa ini - sedang membuktikannya. (*)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index