Hari Santri di Kuansing, Gubri Abdul Wahid Anak Kampung yang Ditempa Pesantren

Hari Santri di Kuansing, Gubri Abdul Wahid Anak Kampung yang Ditempa Pesantren
Gubri Abdul Wahid memimpin upacara Hari Santri di Kuansing.

SEBALIK.COM , KUANSING – Lapangan Limuno di Kabupaten Kuantan Singingi pagi ini berubah menjadi lautan putih. Ribuan santri berbaris rapi di bawah sinar mentari yang perlahan menanjak, mengikuti peringatan Hari Santri Nasional, Rabu (22/10/2025).

Di tengah suasana khidmat peringatan Hari Santri Nasional, perhatian ribuan peserta tertuju pada sosok Gubernur Riau, Abdul Wahid. Ia bukan sekadar inspektur upacara hari itu, melainkan simbol perjalanan panjang seorang santri yang menapak dari kampung terpencil hingga memimpin Bumi Lancang Kuning.

Dalam pidatonya, suara Abdul Wahid terdengar bergetar saat ia menegaskan bahwa dirinya adalah anak kampung yang dibentuk dan ditempa oleh pesantren. Ucapannya disambut tepuk tangan dari ribuan santri yang hadir.

Ia mengenang masa kecilnya di Sei Simbar, Indragiri Hilir, kampung di mana laut dan lumpur berpadu, tempat hidup harus diperjuangkan dari fajar hingga senja. 

“Ayah saya meninggal ketika saya masih sepuluh tahun. Saya berjalan kaki sejauh satu jam menuju sekolah, mengupas kelapa demi upah, membantu ibu menafkahi hidup kami," ucap Wahid lirih.

Namun di tengah keterbatasan itu, Wahid menemukan jalan yang mengubah hidupnya, yaitu pesantren. Di Pondok Pesantren Ashabul Yamin, Lasi Tuo, Agam, ia belajar bukan hanya ilmu agama, tapi juga makna sabar, ikhlas, dan kerja keras. 

Dua kalimat Arab menjadi pegangan hidupnya, Man Jadda Wajada, Man Shabara Zhafira, siapa yang bersungguh-sungguh akan berhasil, dan siapa yang bersabar akan menang.

“Dua kalimat itu menyalakan api keyakinan di dada seorang anak kampung hingga akhirnya dipercaya masyarakat memimpin Provinsi Riau,” ujarnya.

Kini, di hadapan ribuan santri, Abdul Wahid mengaku tak pernah melupakan akar hidupnya. Ia menyebut, darah santri yang mengalir di tubuhnya menjadi pengingat agar tidak sombong dengan jabatan. 

“Saya adalah Gubernur Riau yang dibentuk dan ditempa oleh pesantren,” katanya tegas.

Semangat kesantriannya terlihat jelas dalam arah kebijakan yang ia sampaikan. Wahid menegaskan bahwa pembangunan di Riau harus berpihak pada rakyat kecil. Ia bahkan mengutip sabda Rasulullah SAW, bahwa sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lainnya.

Dalam pandangannya, kemerdekaan hari ini tak lagi diukur dari perang dan senjata, melainkan dari kemampuan menjaga marwah dan menegakkan keadilan. Santri, kata Wahid, adalah garda moral bangsa. Mereka harus tampil bukan hanya sebagai penjaga nilai, tapi juga sebagai inovator.

Hari ini, di tengah ribuan santri, Abdul Wahid tidak hanya berdiri sebagai Gubernur. Ia berdiri sebagai saksi hidup bahwa seorang santri kampung bisa menembus batas, selama ia tak berhenti belajar, berjuang, dan berdoa. (Maoelana)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index