SEBALIK.COM, JAKARTA – Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menyusul Dewan Pers mengecam pencabutan kartu identitas liputan Istana milik jurnalis CNN Indonesia, Diana Valencia, oleh Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden.
Kartu liputan itu dicabut setelah Diana melontarkan pertanyaan tentang program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada Presiden Prabowo Subianto sepulang dari lawatan luar negeri di Bandar Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Sabtu (27/9/2025).
Pihak Istana beralasan, pertanyaan tersebut dianggap di luar konteks agenda Presiden yang hanya terkait Sidang Majelis Umum PBB.
Ketua Umum PWI Pusat, Akhmad Munir, menyebut pencabutan kartu liputan dengan alasan demikian tidak bisa dibenarkan.
“Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Sedangkan Pasal 4 UU Pers menegaskan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara, tanpa penyensoran atau pelarangan penyiaran,” ujarnya, Minggu (28/9/2025).
Munir mengingatkan, Pasal 18 ayat (1) UU Pers menyatakan pihak yang dengan sengaja menghalangi kerja wartawan dapat dipidana penjara hingga dua tahun atau denda maksimal Rp500 juta.
“Tindakan ini jelas menghalangi tugas jurnalistik serta membatasi hak publik untuk memperoleh informasi,” tegasnya.
Sementara itu, AJI Indonesia menilai pencabutan kartu liputan Diana adalah bentuk represi terhadap kebebasan pers.
AJI menyebut alasan “pertanyaan tidak sesuai konteks” hanyalah dalih untuk membungkam pertanyaan kritis tentang ribuan siswa yang keracunan akibat program MBG.
“Penyensoran sekaligus pencabutan kartu identitas liputan Istana ini adalah bentuk rusaknya demokrasi Indonesia. Pemerintah harus tahu, jurnalis bekerja untuk publik, bukan untuk melayani kemauan Presiden Prabowo apalagi Biro Pers Istana,” tulis AJI dalam pernyataannya.
AJI juga menuntut Presiden Prabowo meminta maaf secara terbuka kepada publik, serta mengganti pihak-pihak yang terlibat dalam tindakan penyensoran.
AJI mengingatkan bahwa segala bentuk pembatasan dan intimidasi terhadap jurnalis jelas melanggar Pasal 4 UU Pers serta Pasal 28F UUD 1945.
Baik PWI maupun AJI menegaskan, pemerintah semestinya menggunakan mekanisme hak jawab jika keberatan atas pemberitaan, bukan dengan membatasi pertanyaan wartawan.
Segala bentuk represi terhadap pers dinilai sebagai ancaman serius bagi demokrasi dan hak publik atas informasi. (Maoelana)