SEBALIK.COM , JAKARTA - Gubernur Riau Abdul Wahid bertemu Direktur Utama Pertamina Hulu Rokan (PHR) Ruby Mulyawan dan Kepala SKK Migas Wilayah Sumatra Bagian Utara (Sumbagut) CW Wicaksono di Kantor PHR, Jakarta, Jumat (17/10/2025).
Pertemuan ini dihadiri Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Syahrial Abdi, para asisten, Kepala Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral, serta pimpinan BUMD energi Riau.
Dalam pertemuan tersebut, Gubernur Abdul Wahid menyampaikan bahwa kondisi fiskal Pemerintah Provinsi Riau saat ini tengah mengalami tekanan.
Sejak menjabat, ia mempelajari neraca ekonomi daerah dan menemukan bahwa kebutuhan pembangunan masih belum seimbang dengan kemampuan keuangan daerah.
“Setelah saya lihat neraca ekonomi dan keuangan pemerintah provinsi, untuk kebutuhan pembangunan memang agak tertekan fiskalnya,” ujar Gubernur Wahid dalam sambutannya.
Ia menjelaskan bahwa pertumbuhan ekonomi Riau masih ditopang oleh tiga sektor utama, yaitu perkebunan, industri kehutanan, dan migas. Namun, dari sektor migas, kontribusi yang diterima daerah dinilai masih sangat kecil.
“Salah satu laporan yang kami terima adalah soal Participating Interest (PI). Tapi dari PI saja, kita hanya dapat satu dolar Amerika per bulan,” ungkapnya.
Gubernur Wahid menegaskan bahwa Pemerintah Provinsi Riau berkomitmen mencari solusi untuk memperkuat kemandirian fiskal daerah, salah satunya dengan meninjau kembali porsi penerimaan daerah dari sektor migas.
Ia menilai Riau sebagai daerah penghasil migas seharusnya memperoleh manfaat yang lebih adil untuk mendukung pembangunan dan kesejahteraan masyarakat.
Dalam kesempatan itu, gubernur menyampaikan harapan agar sinergi antara Pemerintah Provinsi Riau, SKK Migas, dan Pertamina Hulu Rokan terus ditingkatkan, terutama dalam memperjuangkan hak daerah atas pengelolaan sumber daya alam.
Ia menegaskan bahwa pembangunan di Riau hanya dapat berjalan optimal jika pendapatan daerah dari sektor strategis diperkuat.
Hingga pertemuan berakhir, Gubernur Abdul Wahid menekankan pentingnya keadilan fiskal dan pembagian hasil yang proporsional antara Pemerintah Pusat dan daerah penghasil. (*)