SEBALIK.COM , PEKANBARU – Persatuan Insinyur Indonesia (PII) Wilayah Riau kembali menyampaikan kecaman keras atas terulangnya kecelakaan kerja fatal di wilayah kerja migas Rokan. Insiden terbaru terjadi di lokasi HOOU/DSF, Duri, pada anjungan rig servis milik PT Arthindo Utama, yang merupakan kontraktor resmi PT Pertamina Hulu Rokan (PHR).
Rig tersebut dilaporkan mengalami patah mendadak saat operasi, menyebabkan satu pekerja meninggal dunia dan tiga orang lainnya mengalami cedera berat akibat tertimpa patahan struktur anjungan.
Insiden ini menambah panjang daftar kecelakaan kerja dengan korban jiwa di Provinsi Riau. Berdasarkan pemantauan PII Riau, sejak Januari hingga November 2025 diduga sudah terjadi hampir 40 kasus fatality di berbagai sektor.
Angka ini menunjukkan situasi keselamatan kerja yang berada dalam kondisi darurat dan membutuhkan perhatian serius dari semua pihak.
Ketua Komite K3L PII Provinsi Riau, David Fernando ST menyatakan bahwa kecelakaan yang menimpa pekerja rig servis PT Arthindo Utama ini bukanlah insiden yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari pola berulang akibat lemahnya penerapan K3, pengawasan, dan kepatuhan operasional di lapangan.
Menurutnya, setiap fatality adalah bukti bahwa sistem keselamatan belum berjalan sebagaimana mestinya.
“Kami mengutuk keras kembali terjadinya kematian pekerja, kali ini di anjungan rig PT Arthindo Utama, kontraktor PHR, di lokasi HOOU/DSF Duri. Ketika rig sampai patah dan menimpa pekerja hingga menyebabkan korban meninggal dan luka berat, itu menunjukkan adanya kegagalan sistemik. Dengan hampir 40 nyawa melayang dalam sebelas bulan, Riau sedang tidak baik-baik saja dalam aspek keselamatan kerja,” kata David, Senin (24/11/2025).
Selain menyoroti perusahaan dan kontraktor, David menegaskan bahwa regulator memiliki peran besar dalam mencegah insiden berulang. Ia mengkritik minimnya tindakan tegas dari bidang Pengawas Ketenagakerjaan Disnaker Provinsi Riau.
Menurutnya, dari banyaknya kasus kecelakaan kerja fatal yang terjadi, hampir tidak ada laporan transparan tentang penegakan hukum, apalagi kasus yang dinaikkan ke tahap penyidikan terhadap perusahaan yang diduga lalai.
“Regulator seharusnya hadir. Pengawas Ketenagakerjaan Disnaker Provinsi Riau wajib memastikan kepatuhan K3 di setiap kegiatan industri berisiko tinggi. Namun faktanya, meskipun berkali-kali terjadi kecelakaan berat, kita jarang mendengar ada perusahaan yang diproses hukum secara serius. Jika pelanggaran tidak pernah ditindak, bagaimana mungkin budaya K3 bisa tumbuh?” ujar David.
Ia menilai lemahnya pengawasan dan minim sanksi hanya membuat perusahaan mengulangi kesalahan yang sama, dan pada akhirnya nyawa pekerja kembali menjadi korban. David meminta agar Disnaker menerapkan kewenangannya secara penuh sesuai UU Ketenagakerjaan dan UU K3, termasuk tindakan administratif, penghentian operasi, hingga pelimpahan kasus ke ranah pidana bila ditemukan unsur kelalaian berat.
PII Riau mendesak dilakukan audit K3 menyeluruh pada seluruh operasi rig di WK Rokan, termasuk kontraktor-kontraktor PHR, mengingat tingginya tingkat risiko dalam operasi pengeboran dan rig servicing. Selain itu, David menyatakan bahwa PII Riau akan menginisiasi Forum Darurat K3 Riau dan menyiapkan rekomendasi teknis untuk perbaikan sistem keselamatan di sektor migas, konstruksi, dan industri strategis lainnya.
David menutup pernyataan dengan mengingatkan bahwa keselamatan kerja adalah pondasi utama keberlanjutan industri migas Riau. Menurutnya, tanpa perubahan sistemik dalam kepatuhan, pengawasan, dan kultur keselamatan, insiden seperti di HOOU/DSF Duri akan terus berulang dan menjadi catatan kelam bagi dunia industri dan kemanusiaan di Provinsi Riau. (*)