Budayawan Riau: PHR Jangan Merusak Kampung Kami

Rabu, 22 Oktober 2025 | 09:52:51 WIB
Syaiful Anwar, budayawan/dosen Unri.

SEBALIK.COM , PEKANBARU – Sebuah peringatan keras nan tajam dilontarkan oleh Budayawan Riau, Syaiful, yang mewakili suara gelisah anak negeri terhadap operasional PT Pertamina Hulu Rokan (PHR) di tanah Melayu.

Dengan metafora yang lugas, Syaiful menuntut raksasa energi itu bertanggung jawab penuh atas dampak yang ditinggalkannya.

Pernyataan ini mencuat di tengah sorotan publik terhadap berbagai isu yang diduga melibatkan operasional PHR di Wilayah Kerja Rokan, Riau.

"Kalau PHR masih aneh-aneh, kami anak negeri akan berdoa," kata Syaiful dengan nada tegas, Selasa (21/10/2025).

Namun, doa yang ia maksud bukanlah permohonan biasa, melainkan sebuah ungkapan satir yang menggambarkan puncak kegelisahan.

Syaiful merinci peringatannya dengan metafora yang menusuk.

"Ente boleh makan sebanyak-banyaknya dari kampung kami ini, tapi jangan berak di sini. Kotoran ente merusak kampung kami," tegasnya.

Pernyataan ini sontak menjadi perbincangan. Metafora makan ditafsirkan sebagai izin PHR untuk mengeruk sumber daya alam, dalam hal ini minyak dan gas, dari bumi Riau.

Masyarakat pada prinsipnya memahami bahwa Blok Rokan adalah salah satu tulang punggung produksi minyak mentah Indonesia untuk kepentingan nasional. Namun, 'jangan berak di sini' menjadi inti dari kritikan tajam tersebut.

Berak atau kotoran diartikan sebagai dampak negatif destruktif yang ditinggalkan dari proses eksploitasi tersebut. Kotoran yang dimaksud ini berupa limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun), kerusakan infrastruktur jalan akibat lalu lintas alat berat, atau bahkan dampak sosial berupa kesenjangan dan program CSR (Corporate Social Responsibility) yang dinilai tidak tepat sasaran.

Dugaan aneh-aneh membuka ruang spekulasi mengenai masalah spesifik apa yang sedang dihadapi masyarakat. Selama ini, operasional sebesar PHR tidak luput dari berbagai tantangan dan insiden.

Beberapa catatan publik menunjukkan adanya insiden seperti dugaan pipa bocor, tumpahan minyak (oil spill) di beberapa lokasi, hingga keluhan warga terkait debu dan kerusakan jalan. Isu-isu lingkungan ini menjadi sangat sensitif bagi anak negeri yang hidup dan bergantung pada alam di sekitar wilayah operasi.

Selain itu, isu ketenagakerjaan dan pelibatan kontraktor lokal juga kerap menjadi sorotan. Sebagai anak negeri, masyarakat menuntut agar kehadiran PHR pasca-alih kelola dari Chevron tidak hanya mengambil sumber daya, tetapi juga memberikan dampak ekonomi yang signifikan dan adil bagi putra-putri daerah.

Peringatan Syaiful kini menjadi sinyal kuat bahwa kesabaran anak negeri ada batasnya. Metafora 'makan dan berak' ini adalah rapor merah yang menuntut PHR untuk tidak hanya mengeruk sumber daya, tetapi juga bertanggung jawab penuh atas 'kotoran' yang ditinggalkan di tanah Melayu. (Mail Has).

Terkini