Bappeda Riau Soroti Ketimpangan Fiskal, Dorong Evaluasi Tata Kelola Keuangan Daerah

Bappeda Riau Soroti Ketimpangan Fiskal, Dorong Evaluasi Tata Kelola Keuangan Daerah
detikcom Regional Summit Riau di Pekanbaru

SEBALIK.COM, PEKANBARU – Pemerintah Provinsi Riau menyoroti ketimpangan antara besarnya aktivitas ekonomi masyarakat dengan kemampuan fiskal pemerintah daerah. Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Bappeda Riau, Purnama Irwansyah, menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap tata kelola keuangan dan distribusi fiskal di daerah.

Purnama mengungkapkan, berdasarkan pemaparan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dana masyarakat yang beredar di Provinsi Riau mencapai sekitar Rp37 triliun. Angka tersebut mencerminkan kuatnya aktivitas ekonomi rakyat, namun sayangnya tidak memberikan dampak signifikan terhadap keuangan pemerintah daerah.

“Tadi disampaikan oleh LPS, ada dana masyarakat di Riau sekitar Rp37 triliun. Itu menunjukkan usaha rakyat Riau sebenarnya sangat kuat,” ujarnya saat menghadiri detikcom Regional Summit Riau di Pekanbaru, Jumat (19/12/2025).

Ia menjelaskan, potensi ekonomi yang dikelola masyarakat tersebut justru banyak mengalir keluar daerah sehingga tidak berkontribusi optimal terhadap pendapatan daerah. Kondisi ini dinilai merugikan Riau dalam jangka panjang.

Lebih lanjut, Purnama memaparkan bahwa Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Riau tercatat mencapai Rp1.112 triliun. Namun, besarnya angka tersebut tidak sebanding dengan kapasitas Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang hanya berkisar Rp8 triliun.

“PDRB Riau Rp1.112 triliun, hanya sepertiga dari DKI Jakarta. Tapi APBD kita cuma sekitar Rp8 triliunan. Ini tidak sebanding sama sekali,” tegasnya.

Menurutnya, ketimpangan tersebut menunjukkan adanya persoalan serius dalam sistem distribusi penerimaan negara dan pengelolaan keuangan daerah. Dengan besaran PDRB tersebut, seharusnya pemerintah kabupaten dan kota di Riau memiliki ruang fiskal yang lebih besar untuk membiayai pembangunan dan pelayanan publik.

“Ke mana pajak dari Rp1.112 triliun itu? Seharusnya bupati dan wali kota tidak terlalu pusing mengelola daerahnya,” ujarnya.

Purnama juga menyinggung tuntutan inovasi yang kerap dibebankan kepada pemerintah daerah. Ia menilai, inovasi akan sulit diwujudkan secara maksimal jika tidak didukung oleh kapasitas anggaran yang memadai.

“Kita diminta berinovasi, tapi kalau kebutuhan 100, uang yang ada cuma 8. Bagaimana inovasi bisa menjawab kebutuhan itu. Ini yang perlu kita evaluasi bersama dalam pengelolaan keuangan negara,” pungkasnya. (*)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index