SEBALIK.COM, JAKARTA - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kodifikasi RUU Pemilu mendesak agar agenda reformasi pemilu dan partai politik segera diwujudkan. Desakan itu mereka sampaikan melalui 15 tuntutan yang dirilis di Jakarta, Senin malam (15/9/2025).
Adapun koalisi ini terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat sipil, antara lain Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia (Puskapol), Koalisi Perempuan Indonesia (KPI), Netgrit, Indonesia Corruption Watch (ICW), Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia (PSHK), Themis Indonesia, dan Migrant CARE.
Berikut ini 15 tuntutan untuk perbaikan demokrasi.
Pertama, segera lakukan revisi Undang-Undang Pemilu. Penyusunan naskah akademik dan rancangan Undang-Undang Pemilu dilakukan oleh tim yang berasal dari stakeholder kepemiluan antara lain: organisasi masyarakat sipil, akademisi, aktivis kepemiluan, dan kelompok minoritas.
Kemudian, bahas revisi Undang-Undang Pemilu di DPR dengan transparan, akuntabel, partisipatif, inklusif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan.
Kedua, laksanakan seluruh putusan MK tanpa terkecuali yang berkaitan dengan pengujian UU Pemilu dan UU Pilkada ke dalam naskah kodifikasi UU Pemilu
Ketiga, terapkan desain sistem pemilu yang mampu meningkatkan derajat keterwakilan sekaligus efektivitas sistem pemerintahan dengan menerapkan sistem pemilu campuran varian sistem mixed member proportional (MMP).
Keempat, bentuk daerah pemilihan dan alokasi kursi khusus luar negeri untuk pemilihan DPR RI.
Kelima, segera terapkan demokratisasi internal partai politik. Lakukan pencalonan anggota legislatif dan eksekutif secara terbuka, partisipatif, objektif, dan terdesentralisasi yang melibatkan anggota partai atau publik dengan cara pemilu pendahuluan (primary election) di internal partai, konvensi, atau metode lainnya.
Selanjutnya, terapkan syarat minimal menjadi anggota partai selama tiga tahun, telah mengikuti kaderisasi, dan mendapatkan pendidikan politik bagi calon anggota legislatif maupun eksekutif untuk bisa dicalonkan di pemilu.
Lalu, mewajibkan syarat minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam daftar calon yang diajukan di pemilu, publikasikan secara terbuka rekam jejak calon anggota legislatif dan eksekutif yang diajukan di pemilu, serta lakukan transparansi pengelolaan keuangan partai politik melalui pemberlakuan audit rutin setiap tahun untuk laporan keuangan partai yang berasal dari sumber sumber penerimaan keuangan partai politik.
Koalisi juga mendorong untuk diterapkannya mekanisme penentuan pimpinan dan pengurus partai politik secara demokratis, terbuka, partisipatif, yang melibatkan seluruh pengurus dan anggota partai politik di setiap tingkatannya. Selanjutnya, melakukan penyelesaian sengketa dan konflik internal partai politik secara adil dan terbuka dengan melibatkan pihak eksternal yang independen.
Keenam, buka seluas-luasnya ruang partisipasi dalam pemilu melalui penyederhanaan syarat partai politik untuk dapat menjadi peserta pemilu dengan syarat: (a) Memiliki anggota sejumlah dengan harga kursi atau perolehan suara untuk mendapatkan kursi DPR terakhir (kursi ke-580) di pemilu terakhir untuk mempermudah partai politik menjadi peserta pemilu. Dan (b) Menyertakan laporan keuangan Partai Politik dari lima tahun terakhir secara berkala dan dapat diakses oleh publik secara terbuka.
Ketujuh, terapkan syarat minimal 0 persen dan maksimal 30 persen dukungan partai politik peserta pemilu untuk mencalonkan Presiden dan Wakil Presiden serta Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah.
Kedelapan, hapus ketentuan parliamentary threshold untuk menjaga proporsionalitas hasil pemilu dan menghindari terbuangnya suara pemilih secara sia-sia.
Kesembilan, hapus proses fit and proper test di DPR pada seleksi penyelenggara pemilu dan menata ulang model seleksi yang jauh lebih independen guna memastikan kemandirian dan profesionalitas penyelenggara pemilu.
Kesepuluh, wajibkan syarat minimal 30 persen keterwakilan perempuan dalam penyelenggara pemilu di setiap tingkatan.
Kesebelas, ciptakan desain institusi penegakan hukum pemilu yang lebih efektif, efisien, akuntabel, dan independen, terutama menyangkut kelembagaan Badan Pengawas Pemilu.
Keduabelas, sederhanakan tahapan penyelenggaraan pemilu dengan maksimal waktu paling lama satu tahun dalam melaksanakan seluruh tahapan pemilu guna menghadirkan efisiensi anggaran.
Ketigabelas, terapkan sanksi diskualifikasi bagi peserta pemilu yang melaporkan dana kampanye secara tidak jujur dan berlakukan audit investigatif dan pembuktian terbalik atas dugaan perolehan dana dan penggunaan kampanye di luar ketentuan undang-undang.
Keempatbelas, terapkan sistem informasi sebagai instrumen transparansi dan akuntabilitas di setiap tahapan penyelenggaraan pemilu yang mengimplementasikan prinsip-prinsip dasar data terbuka.
Kelimabelas, gunakan sistem rekapitulasi elektronik (e-recap) untuk mempercepat proses rekapitulasi perolehan suara, menjamin keterbukaan data hasil pemilu secara real-time, dan meningkatkan akurasi rekapitulasi hasil pemilu. (*)