Mengenal Tradisi 'Olang-Olang' di Desa Binuang Kampar, Tak Pernah Tergerus Kemajuan Zaman

Mengenal Tradisi 'Olang-Olang' di Desa Binuang Kampar, Tak Pernah Tergerus Kemajuan Zaman
Mahasiswa KKN 17 Universitas Abdurrab memperlihatkan Olang-Olang yang merupakan tradisi permainan layang-layang dan masih dipertahankan sampai saat ini.

SEBALIK.COM, BANGKINANG - Meskipun zaman sudah sedemikian maju, namun masyarakat Desa Binuang, Kampar masih mempertahankan sebuah tradisi permainan yang sudah ada sejak lama. Yakni Olang-Olang.

Bagi masyarakat Kampar, olang-olang adalah sebutan untuk layang-layang, sebuah permainan rakyat yang sarat makna dan tak lekang oleh waktu.

Nama olang-olang sendiri berawal dari kata “elang”, burung yang gemar bermain di angkasa. Dari situlah permainan ini mendapat sebutan yang hingga kini tetap digunakan masyarakat setempat. alasan kenapa disebut olang-olang supaya dapat membedakan mainan (layang-layang) dan hewan (elang).

Salman, salah satu tokoh masyarakat menjelaskan, tradisi olang-olang erat kaitannya dengan musim panen. Dahulu, saat masa kecilnya, permainan layang-layang hanya bisa dilakukan setelah panen padi selesai.

“Karena lapangan tidak ada, jadi mainnya di tengah sawah atau ladang setelah panen, supaya tidak merusak padi,” ujarnya.

Keunikan olang-olang tidak hanya terletak pada cara bermainnya, tetapi juga pada sistem adu layangan yang disebut “sawo”. Dua pemain akan saling menyilangkan tali dengan tujuan menjatuhkan layangan lawan. Agar tali menjadi tajam, masyarakat dulu membuat “galeh” – campuran pecahan kaca yang dihaluskan dan dicampur nasi agar melekat dengan rapi. Proses ini biasanya dilakukan pada sore hari, sekitar pukul 14.00 WIB, sebelum permainan dimulai.

Menurut Salman, peralatan membuat olang-olang juga tidak sembarangan. Bahan utama yang digunakan adalah buluh (bambu), jenis bambu tertentu yang lentur dan ringan. Potongan bambu itu kemudian di-awik (diukur dan diraut) hingga seimbang antara bingkai lintang dan tegak. Keseimbangan ini menjadi kunci agar layang-layang dapat terbang stabil di udara.

Doni, salah satu pemuda Desa Binuang, turut mempraktikkan langsung cara pembuatan olang-olang. Proses ini sekaligus menjadi pengingat bahwa keterampilan tradisional tersebut patut diwariskan kepada generasi muda.

Tradisi olang-olang bukan sekadar permainan, tetapi juga simbol kebersamaan masyarakat selepas panen. Permainan ini menjadi ajang silaturahmi antarwarga sekaligus media hiburan yang sederhana namun penuh makna.

Video dokumentasi tentang tradisi ini dibuat oleh mahasiswa KKN 17 Universitas Abdurrab bekerja sama dengan narasumber Salman Doni, serta Kadus Sungkinang.

Melalui dokumentasi ini, diharapkan olang-olang tetap dikenal dan diwariskan sebagai bagian dari kekayaan budaya kecamatan bangkinang kabupaten Kampar. (*)

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index