Si Kaya Makin Kaya, Si Miskin Makin Miskin: Potret Jeratan Hutang di Desa

Si Kaya Makin Kaya, Si Miskin Makin Miskin: Potret Jeratan Hutang di Desa
Dr Zulfikri Toguan SH MH

Oleh: Zulfikri Toguan, Putra Pasaman

Di banyak desa, termasuk di kampung saya, masih sering kita jumpai pola lama yang membuat jurang antara si kaya dan si miskin semakin lebar. Ceritanya sederhana: seorang pemodal (toke) menggandeng warga miskin untuk usaha kolam ikan. 

Aturannya jelas, hasil panen akan dibagi tiga, sepertiga untuk si miskin, sisanya untuk toke. Sekilas terdengar adil. Namun, praktiknya jauh dari kata demikian.

Harga pakan ikan, yang sebelumnya Rp300 ribu per karung, tiba-tiba dinaikkan menjadi Rp325 ribu oleh toke setelah panen. Biaya ini otomatis dipotong dari hasil panen sebelum dibagi. 

Si miskin yang sudah bersusah payah merawat ikan hanya menerima sisa yang kecil. Lebih ironis lagi, karena kebutuhan hidup sehari-hari tidak bisa menunggu panen, ia terpaksa berhutang kepada toke. Akibatnya, ketika panen tiba, bagian yang seharusnya menjadi haknya kembali habis untuk membayar hutang.

Siklus ini berulang, musim demi musim, hingga si miskin tidak pernah benar-benar menikmati jerih payahnya.

Fenomena ini adalah wajah nyata ketidakadilan struktural yang masih berlangsung di pedesaan kita. Toke tetap diuntungkan: modalnya aman, keuntungan pasti, bahkan bisa menambah nilai lewat permainan harga. 

Sementara itu, si miskin justru makin miskin. Usaha bersama yang seharusnya membebaskan justru menjadi jeratan hutang. Inilah yang disebut para ekonom desa sebagai bentuk neo-feodalisme ekonomi: pemodal menjadi penguasa modern, sementara petani atau pekerja tak pernah lepas dari ketergantungan.

Kondisi seperti ini muncul karena posisi tawar masyarakat kecil yang lemah. Mereka tidak memiliki modal sendiri, akses ke bank sulit, koperasi tidak jalan, dan harga pasar ditentukan oleh toke. Mau tak mau, mereka terjebak dalam sistem yang merugikan, meskipun sadar bahwa mereka dirugikan.

Lalu, apa jalan keluarnya? Ada beberapa hal yang bisa dilakukan:

1. Menguatkan koperasi desa. Dengan bersatu, masyarakat bisa membeli pakan atau sarana produksi dengan harga lebih murah, tidak lagi tergantung kepada toke.

Halaman

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index