SEBALIK.COM , PEKANBARU – Penyidikan dugaan korupsi pengelolaan Dana Participating Interest (PI) 10 persen Blok Rokan pada PT Sarana Pembangunan Rokan Hilir (Perseroda) atau PT SPRH terus berlanjut di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau.
Dalam perkembangan terbaru, nama mantan Bupati Rokan Hilir, Afrizal Sintong, kembali disebut memiliki keterkaitan dengan perkara tersebut.
Hingga kini, tim penyidik Pidana Khusus telah menetapkan dua tersangka, yakni mantan Direktur Utama PT SPRH Rahman serta Zulkifli, pengacara perusahaan daerah itu.
Zulkifli sendiri sudah ditetapkan sebagai tersangka setelah berkali-kali mangkir dari pemeriksaan, hingga akhirnya dijemput paksa oleh penyidik.
Nama Afrizal Sintong ikut mencuat karena jabatannya saat proses pengelolaan PI 10 persen berlangsung. Ia telah dimintai keterangan sebagai saksi oleh Kejati Riau.
Kepala Kejati Riau, Sutikno, tidak menampik adanya keterkaitan Afrizal dengan perkara ini. Namun, ia menegaskan bahwa posisi Afrizal dalam kasus tersebut masih dalam tahap pendalaman.
“Benar, perkara ini memiliki hubungan dengan AS karena menyangkut pengelolaan PI 10 persen. Apakah nantinya yang bersangkutan akan menjadi bagian dari perkara ini atau tidak, kita lihat dari perkembangan alat bukti,” ujar Sutikno, Kamis (11/12/2025).
Berdasarkan audit BPKP Perwakilan Riau, dugaan kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp64,22 miliar. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp36,2 miliar disebut bersumber dari perbuatan tersangka Zulkifli.
Dana itu diduga dipakai untuk kepentingan pribadi dan mengalir ke sejumlah pihak lain, termasuk kepada Rahman selaku mantan Dirut PT SPRH. Namun hingga saat ini, penyidik memastikan belum ada temuan aliran dana yang mengarah kepada Afrizal Sintong.
“Belum ada aliran dana ke AS sejauh pemeriksaan berlangsung,” tegas Sutikno.
Meski demikian, ia menekankan bahwa peluang munculnya tersangka baru tetap terbuka. Kompleksnya peristiwa dan banyaknya pihak yang terlibat membuat penyidikan masih terus melebar.
“Kemungkinan bertambahnya tersangka sangat besar. Rangkaian peristiwanya melibatkan banyak orang,” ujarnya.
Menurut Sutikno, setiap keputusan akan bergantung pada kecukupan alat bukti serta pembuktian unsur kesengajaan (mens rea) dari masing-masing pihak yang diduga terlibat. Kejati ingin memastikan proses hukum berjalan hati-hati dan tidak menimbulkan kegagalan dalam penuntutan.
Kasus ini bermula dari dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana PI sebesar Rp551,47 miliar yang diterima PT SPRH dari PT Pertamina Hulu Rokan (PHR). Perkara tersebut resmi naik ke tahap penyidikan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: PRINT-06/L.4/Fd.1/06/2025 tertanggal 11 Juni 2025.
Selama proses penyidikan, kejaksaan telah memeriksa banyak pihak dan melakukan penggeledahan di sejumlah lokasi di Bagansiapiapi, termasuk kantor PT SPRH dan rumah mantan direksi. Dari sana, penyidik mengamankan berbagai dokumen yang diduga kuat terkait dengan praktik penyimpangan dana PI 10 persen Blok Rokan.
Penyidik menegaskan proses penanganan perkara masih terus berjalan dan perkembangan terbaru akan diumumkan sesuai kebutuhan penyidikan. (Maoelana)