Aktivis Anti Korupsi Bobson Samosir Simbolon: OTT KPK Terhadap Abdul Wahid Melanggar KUHAP

Minggu, 09 November 2025 | 17:48:00 WIB
Advokat dan aktivis anti korupsi yang juga aktif sebagai narasumber penyuluhan pencegahan korupsi, Bobson Samsir Simbolon

SEBALIK.COM, JAKARTA - Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI di Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Riau yang berujung pada penetapan tersangka Gubernur Riau, Abdul Wahid, menuai kritik tajam dari kalangan ahli hukum, Minggu (9/11/2025).

Advokat dan aktivis anti korupsi yang juga aktif sebagai narasumber penyuluhan pencegahan korupsi, Bobson Samsir Simbolon, menyoroti kejanggalan kronologi penangkapan yang disampaikan KPK pada 3 hingga 5 November 2025. Ia menyatakan tindakan OTT KPK yang mengaitkan Gubernur Riau, Abdul Wahid diduga melanggar Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHAP).

Berikut catatan kritis Bobson Samosir Simbolon terkait OTT PUPR Riau secara lengkapnya.

Indonesia dihebohkan dengan kegiatan KPK RI yang dilakukan di Kota Pekanbaru pada hari Senin tanggal 3 November 2025, terlebih lagi setelah keesokan harinya Gubernur Riau (Gubri) diboyong ke Gedung Merah Putih.

Dan pada tanggal 5 November, 2025, KPK RI menggelar konferensi pers dan mengumumkan tiga orang tersangka atas Dugaan Tindak Pidana Korupsi Pemerasan oleh Penyelenggara Negara.

Yang mana poin-poin konferensi pers pada saat itu dibacakan oleh Yohanis Tanak selaku salah satu pimpinan KPK RI.

Atas peristiwa tersebut banyak pihak yang berkomentar dan berpendapat, dan hal itu sah-sah saja karena masyarakat berhak mengawasi dan mengoreksi setiap kegiatan KPK RI sebagai institusi pemberantasan korupsi yang dibiayai negara menggunkan uang rakyat.

Dalam kesempatan saat ini, saya sebagai masyarakat Riau yang kebetulan berprofesi sebagai Advokat dan pernah dinyatakan lulus dan kompeten sebagai Penyuluh Antikorupsi oleh LSP KPK RI, terdorong untuk menyampaikan pandangan dan pendapat
saya berdasarkan keterangan yang disampaikan oleh KPK RI sejak tanggal 3 hingga 5 November 2025.

Saya hubungkan dengan Ketentuan KUHAP yang mengatur tentang “TERTANGKAP TANGAN” yang menjadi dasar hukum yang harus dipatuhi oleh KPK RI dalam melakukan setiap Kegiatan Tangkap Tangan.

Berbicara kegiatan Tangkap Tangan tentunya harus tunduk pada Ketentuan Pasal 1 angka (19) dan Pasal 102 ayat (2) KUHAP, yang mana dalam Pasal 1 angka (19) KUHAP mengatur 4 (empat) syarat agar dapat dilakukannya Tangkap Tangan terhadap seseorang, yaitu :

1. Pada waktu sedang melakukan Tindak Pidana, atau;
2. Pada waktu sesaat segera setelah melakukan Tindak Pidana, atau;
3. Pada waktu sesaat setelah khalayak ramai menyerukan bahwa orang itu adalah pelaku Tindak Pidana, atau;
4. Pada waktu sesaat kemudian pada dirinya ditemukan benda yang diduga keras telah digunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukan bahwa dialah yang pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu.

KPK RI dalam konferensi persnya sama sekali tidak ada menjelaskan dan menerangkan dimana dan pada saat kapan MAS, FRY dan para Kepala UPT itu ditangkap.

Sehingga masyarakat tidak mengetahui dimana tempat, pada jam berapa dan peristiwa tindak pidana apa yang di OTT oleh KPK RI terhadap orang-orang tersebut.

Namun terhadap Abdul Wahid dan TM, KPK RI menerangkan dan menjelaskan tempat mereka ditangkap, yang kemudian KPK meralat informasi tempat tersebut karena ada kesalahan informasi sebelumnya.

Oleh karena hal tersebut, maka tidak dapat diketahui dimulai dari mana dan jam berapa OTT yang dilakukan oleh KPK RI, padahal tempat dan waktu dilakukannya OTT tersebut sangat penting agar dapat ditentukan dimana dan kapan Tindak Pidana Korupsi Pemerasan itu terjadi pada saat dilakukannya OTT.

Namun, masyarakat sudah terang benderang mengetahui bahwa Abdul Wahid dan TM berada ditempat yang berbeda dengan MAS, FRY dan para Kepala UPT.

Sehingga dengan pasti telah diketahui pula bahwa Abdul Wahid tidak berada ditempat yang sama pada saat MAS dan FRY ditangkap dan Uang sebesar Rp. 800.000.000 juta itu ditemukan.

Bahkan uang tesebut sama sekali tidak ditemukan dari diri Abdul Wahid.

Kemudian KPK RI menjelaskan bahwa ada sejumlah mata uang asing ditemukan dari rumah kediaman Abdul Wahid di Jakarta Selatan.

Dari penjelasan tersebut, dapat diketahui dengan pasti bahwa sejumlah mata uang asing tersebut ditemukan ditempat yang terpisah dari tempat MAS dan FRY ditangkap, dan bukan ditemukan dari diri  Abdul Wahid.

Atas fakta tersebut, maka sejumlah mata uang asing itu tidak dapat DIDUGA KERAS telah digunakan untuk melakukan Tindak Pidana Korupsi Pemerasan yang dilakukan OTT pada saat itu.

Adalah hal yang wajar dan pantas di rumah kediaman Abdul Wahid ada sejumlah mata uang asing, sebab dirinya adalah seorang Gubernur dan sebelumnya anggota DPR RI yang berpenghasilan selama ini.

Jumlah mata uang asing itu pun masih dalam jumlah yang wajar dimiliki oleh seorang Gubernur yang dulunya sebagai anggota DPR RI.

Pada saat konferensi persnya, KPK RI menjelaskan bahwa terhadap Abdul Wahid diduga menerima uang dari MAS melalui DNS pada bulan Juni dan Agustus 2025.

Sehingga dari penjelasan tersebut telah diketahui dengan pasti bahwa pada saat OTT Abdul Wahid TIDAK SEDANG atau TIDAK SETELAH SESAAT menerima Uang dari MAS maupun DNS.

KPK RI hanya menduga bahwa pada saat dilakukannya OTT, MAS akan menyerahkan langsung sejumlah Uang Rupiah kepada Abdul Wahid.

Sehingga atas fakta tersebut telah diketahui pula dengan pasti bahwa OTT yang dilakukan terhadap Abdul Wahid adalah masih pada DUGAAN saja, bukan pada peristiwa nyata yang sedang atau sesaat telah terjadinya Tindak Pidana Korupsi Pemerasan.

Jika KPK RI melakukan OTT terhadap Abdul Wahid atas peristiwa penyerahan sejumlah uang rupiah pada bulan Juni dan Agustus 2025, maka berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka (19) KUHAP, Kegiatan OTT tidak dapat dilakukan terhadap peristiwa atau Tindak Pidana Pidana yang telah terjadi di masa lampau.

Jika terhadap Abdul Wahid harus dilakukan penangkapan atas peristiwa tersebut, maka penangkapan itu harus dilakukan melalui Penyidikan biasa, bukan penangkapan dalam Kegiatan Tangkap Tangan.

Berdasarkan keterangan dan penjelasan yang disampaikan oleh KPK RI, dihubungkan dengan Ketentuan Pasal 1 angka (19) dan Pasal 102 ayat (2) KUHAP, maka seluruh tindakan yang dilakukan terhadap Abdul Wahid pada saat kegiatan Tangkap
Tangan tanggal 03 Nov 2025 yang dilakukan oleh KPK RI, adalah tidak berdasarkan hukum karena melanggar Ketentuan Pasal 1 angka (19) dan Pasal 102 ayat (2) KUHAP.  (*)

Terkini