FGD APBD Rohil 2026, Anggaran Jumbo Dibedah

Kamis, 18 Desember 2025 | 03:51:00 WIB
Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir menggelar Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi APBD Tahun Anggaran 2026

SEBALIK.COM, ROKAN HILIR — Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir menggelar Focus Group Discussion (FGD) Evaluasi APBD Tahun Anggaran 2026, Rabu (17/12/2025), guna membedah struktur anggaran daerah senilai Rp2,2 triliun. Kegiatan ini menjadi bagian dari penguatan kebijakan fiskal daerah agar perencanaan anggaran selaras dengan regulasi serta arah kebijakan fiskal nasional dan Provinsi Riau.

FGD tersebut dibuka secara resmi oleh Wakil Bupati Rokan Hilir, Jhony Charles, dan diikuti oleh seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD), serta Tim Fasilitasi Penganggaran Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Provinsi Riau.

Kepala BPKAD Kabupaten Rokan Hilir, Syarman Syahroni, dalam sambutannya menyampaikan bahwa forum ini menjadi ruang dialog teknokratik antara pemerintah kabupaten dan pemerintah provinsi untuk mengevaluasi secara komprehensif substansi Ranperda dan Ranperbup APBD 2026.

“FGD ini membahas struktur anggaran, arah kebijakan belanja, serta dinamika Transfer ke Daerah (TKD) yang sangat memengaruhi kapasitas fiskal daerah,” ujar Syarman.

Ia menegaskan, melalui forum ini diharapkan APBD 2026 dapat disusun secara lebih terukur, akuntabel, dan responsif terhadap kebutuhan pembangunan daerah, sekaligus memperkuat sinergi lintas perangkat daerah.

Dalam arahannya, Wakil Bupati Jhony Charles menekankan bahwa FGD menjadi sarana umpan balik yang konstruktif dalam perencanaan pembangunan daerah Tahun Anggaran 2026. Diskusi difokuskan pada peran strategis kebijakan anggaran dalam mendorong kesejahteraan masyarakat, pertumbuhan ekonomi, tata kelola pemerintahan yang baik, serta keberlanjutan lingkungan.

Ia memaparkan gambaran umum struktur APBD Rokan Hilir 2026, dengan pendapatan daerah sebesar Rp2,157 triliun, belanja daerah Rp2,222 triliun, serta pembiayaan daerah sekitar Rp23 miliar. Dengan komposisi tersebut, APBD Rokan Hilir diproyeksikan mengalami defisit sebesar Rp64,5 miliar.

Wabup juga menyoroti besarnya alokasi belanja wajib, khususnya sektor pendidikan yang mencapai Rp1,057 triliun. Menurutnya, anggaran tersebut harus mampu memberikan dampak nyata terhadap peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Rokan Hilir.

Selain itu, belanja pegawai yang mencapai Rp956 miliar turut menjadi perhatian, terutama dalam konteks efisiensi anggaran dan optimalisasi pelayanan publik di wilayah Rokan Hilir yang memiliki cakupan geografis luas.

Dari sisi pendapatan, Jhony Charles mengulas kontribusi sektor pajak daerah, antara lain Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) sebesar Rp38,6 miliar, pajak tenaga listrik Rp14,7 miliar, pajak rokok Rp13,28 miliar, serta pajak air tanah sebesar Rp570 juta. Ia menekankan perlunya strategi pengelolaan pajak air tanah yang lebih adil dan optimal, khususnya di tengah meningkatnya aktivitas pengeboran minyak, agar potensi pendapatan daerah tidak hilang.

Sementara itu, Pelaksana Tugas Kepala BPKAD Provinsi Riau, Ispan Sutansyah Putra, menjelaskan bahwa fasilitasi dan evaluasi Ranperda APBD merupakan mandat strategis pemerintah provinsi untuk memastikan konsistensi kebijakan fiskal daerah dengan regulasi nasional, termasuk Permendagri Nomor 14 Tahun 2024 tentang Pedoman Penyusunan APBD Tahun Anggaran 2026.

Ia mengungkapkan bahwa tingkat kemandirian keuangan Kabupaten Rokan Hilir masih relatif rendah dan cenderung fluktuatif, dengan ketergantungan cukup tinggi terhadap transfer pemerintah pusat dan provinsi. Namun dari sisi kapasitas fiskal, Rokan Hilir menunjukkan tren peningkatan dan telah masuk kategori kapasitas fiskal tinggi sejak 2024.

“Kondisi ini menuntut peningkatan kualitas tata kelola keuangan agar sejalan dengan daerah lain yang memiliki kapasitas fiskal setara,” jelasnya.

Ispan juga menekankan pentingnya mitigasi risiko fiskal akibat potensi penurunan Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), serta mendorong optimalisasi pendapatan daerah, khususnya dari sektor PKB, melalui sinergi lintas sektor dengan pendekatan pentahelix.

“Optimalisasi pendapatan memerlukan kolaborasi dan pemanfaatan data yang akurat agar kebijakan fiskal daerah lebih efektif dan berkeadilan,” pungkasnya. (*)

Terkini