Oleh: Dr Zulfikri Toguan SH MH
(Advokat)
PENANGKAPAN puluhan penambang emas ilegal di Pasaman, Sumatera Barat beberapa waktu lalu kembali membuka mata kita tentang wajah penegakan hukum di negeri ini.
Rakyat miskin, yang hanya bekerja sebagai buruh harian dengan upah seadanya, justru dijadikan sasaran hukum. Sementara para cukong besar—yang mengendalikan dan meraup keuntungan dari aktivitas tambang ilegal—masih bebas melenggang.
Tambang emas ilegal di Pasaman sejatinya bukanlah hal baru. Kegiatan ini sudah berlangsung lama, merusak lingkungan, dan menjerat masyarakat dalam lingkaran kemiskinan.
Namun, penegakan hukum baru berjalan setelah adanya Surat Perintah Operasi (Sprin Ops PETI 2025) dari Kapolda Sumatera Barat,
Kapolda Sumatera Barat saat ini adalah Irjen Pol Dr Drs Gatot Tri Suryanta MSi CSFA.
Ia menjabat sejak 29 Desember 2024 dan memimpin Polda Sumbar dengan fokus pemberantasan tambang ilegal serta peningkatan pelayanan kepada masyarakat.
Atas dasar itu, Polres Pasaman bersama tim gabungan bergerak, menyita peralatan tambang, dan menangkap para pekerja.
Ironisnya, yang ditangkap hanyalah rakyat kecil. Mereka bukan penjahat, melainkan orang-orang yang bekerja untuk menyambung hidup.
Mereka tidak mencari kaya, mereka hanya mencari makan. Cukong-cukong besar yang membiayai dan mengatur jalannya tambang ilegal justru masih lolos dari jeratan hukum.
Kondisi ini semakin kontras jika kita melihat data resmi. Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Barat, Maret 2025, mencatat angka kemiskinan di Kabupaten Pasaman mencapai 6,87% atau sekitar 34 ribu jiwa, meningkat dibanding tahun sebelumnya.
Fakta ini menunjukkan, banyak warga yang terpaksa bekerja di tambang liar karena tidak ada pilihan lain.
Hukum mestinya berpihak pada rakyat. Jika memang ada pelanggaran, yang seharusnya dihukum adalah para cukong dan pemodal, bukan buruh tambang yang menjadi korban keadaan.
Lalu, apa solusinya?
Pertama, aparat penegak hukum harus serius menindak cukong tambang emas ilegal. Jangan hanya berani menangkap rakyat kecil, tapi takut menjerat pemodal besar.
Kedua, pemerintah daerah bisa membuka jalan legalisasi tambang rakyat melalui izin resmi berbasis koperasi.
Dengan begitu, kegiatan tambang bisa memberikan pemasukan sah bagi masyarakat sekaligus menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Ketiga, transparansi sangat penting. Publik berhak tahu siapa sebenarnya aktor besar di balik tambang ilegal ini.
Sudah saatnya tambang emas tidak lagi menjadi sumber penderitaan, tapi benar-benar menjadi sumber kesejahteraan rakyat.
Jangan biarkan rakyat kecil Pasaman terus menjadi tumbal, sementara para cukong tetap berpesta di atas penderitaan mereka. (*)