Urgensi Kehadiran Lembaga Penjamin Modal Bagi UMKM

Kamis, 21 Agustus 2025 | 05:59:29 WIB
Dr Zulfikri Toguan SH MH MM, Dosen Hukum Bisnis Universitas Islam Riau (UIR), Advokat, serta pemerhati pengembangan UMKM dan kebijakan hukum bisnis.

Oleh: Dr Zulfikri Toguan SH MH MM
Dosen Hukum Bisnis Universitas Islam Riau (UIR)


PERMASALAHAN klasik yang dihadapi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di Indonesia adalah keterbatasan akses permodalan.

Data Kementerian Koperasi dan UKM (2024) mencatat jumlah UMKM mencapai 67,4 juta unit usaha, dengan kontribusi sekitar 61% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) serta menyerap lebih dari 97% tenaga kerja nasional.

Ironisnya, dari total jumlah tersebut, hanya sekitar 21% UMKM yang memiliki akses pembiayaan perbankan, sementara sisanya masih tergolong unbankable—tidak memenuhi syarat administratif maupun agunan untuk memperoleh kredit.

1. Perspektif Agama Islam: Tolong-Menolong dalam Kebaikan

Dalam pandangan Islam, aktivitas ekonomi tidak boleh menimbulkan kesulitan berlebih bagi pihak yang lemah.

Allah SWT berfirman dalam QS. Al-Maidah ayat 2: “...dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan...”

Kehadiran lembaga penjamin pemodal dapat dimaknai sebagai instrumen ta’awun (tolong-menolong) antara pemodal dan pelaku usaha kecil.

Skema penjaminan memungkinkan UMKM yang tidak memiliki agunan tetap mendapatkan akses pembiayaan tanpa terjerat praktik riba atau beban bunga yang mencekik.

Model syariah seperti akad kafalah (penjaminan) dan mudharabah (bagi hasil) dapat dijadikan dasar agar sesuai dengan prinsip keadilan dalam Islam.

2. Aspek Kepercayaan Pemodal

Banyak pemodal enggan menyalurkan dananya langsung ke UMKM karena kekhawatiran terhadap risiko gagal bayar, lemahnya manajemen usaha, serta ketiadaan jaminan.

Lembaga penjamin hadir sebagai pihak ketiga yang memberi rasa aman: bila UMKM gagal memenuhi kewajiban, penjamin menanggung sebagian risiko.


Contoh kasus:

Seorang pelaku UMKM di Pekanbaru yang bergerak di bidang kuliner rumahan ingin mengembangkan usaha dengan membuka cabang baru.

Bank menolak permohonan kredit karena ia tidak memiliki sertifikat rumah sebagai agunan, padahal usaha sudah berjalan lebih dari 5 tahun dengan omzet stabil.

Jika ada lembaga penjamin pemodal berbasis syariah, investor dapat masuk dengan jaminan kelembagaan.

Pemodal lebih tenang karena risiko ditanggung bersama, sementara pelaku usaha tetap bisa bertumbuh.

Lebih jauh, keberadaan lembaga ini juga dapat mendorong terciptanya standar tata kelola UMKM yang lebih baik.

Setiap UMKM yang dijamin perlu memenuhi indikator kelayakan usaha, transparansi laporan keuangan, serta komitmen menjalankan usaha secara profesional.


3. Dukungan Pemerintah: Sinergi Tiga Pilar

Agar skema ini berjalan optimal, dukungan pemerintah menjadi mutlak. Regulasi diperlukan untuk mengatur:

Legalitas lembaga penjamin agar memiliki payung hukum yang jelas.

Insentif fiskal bagi pemodal yang menyalurkan dana melalui skema penjaminan.

Program pendampingan UMKM sehingga pelaku usaha tidak hanya menerima modal, tetapi juga bimbingan manajerial dan akses pasar.

Dengan demikian, akan terjalin sinergi antara pemodal–penjamin–pelaku UMKM. 
Pemodal terlindungi, UMKM mendapatkan modal, sementara pemerintah mendorong terciptanya iklim usaha yang sehat dan inklusif.

Kehadiran lembaga penjamin pemodal bukan hanya solusi teknis mengatasi problem unbankable UMKM, tetapi juga wujud implementasi nilai keadilan sosial dan prinsip tolong-menolong dalam Islam.

Dukungan penuh pemerintah dan partisipasi pemodal akan memastikan bahwa UMKM sebagai urat nadi ekonomi bangsa tidak dibiarkan berjalan sendiri, melainkan mendapat ruang tumbuh yang layak dalam ekosistem ekonomi yang berkeadilan. (*)

Terkini