Kolaborasi BI Riau dan Bisnis Indonesia Ungkap Tantangan Pangan Riau

Selasa, 23 September 2025 | 00:18:00 WIB

SEBALIK.COM, PEKANBARU – Bank Indonesia (BI) Provinsi Riau bersama Harian Bisnis Indonesia meluncurkan program Jelajah Ketahanan Pangan Riau 2025. Program ini bertujuan memetakan ketersediaan pasokan serta stabilitas harga pangan di Bumi Lancang Kuning.

Kepala BI Riau, Panji Achmad, mengatakan kolaborasi dengan Bisnis Indonesia penting karena memiliki jangkauan pembaca luas, termasuk peneliti dan pelaku ekonomi nasional. Dengan begitu, kondisi pangan Riau dapat tergambar lebih independen.

“Tahun lalu saat Ramadan, harga beras dan cabai melonjak signifikan. Padahal produksi beras kita hanya mampu memenuhi 30 persen kebutuhan, selebihnya tergantung pasokan dari Sumbar, Sumut, dan Jambi,” jelas Panji, Senin (22/9/2025).

Untuk menjaga pasokan dan harga, BI bersama TPID mendorong kerja sama antar-daerah baik secara business to business maupun government to government. Selain itu, TNI dan Polri juga dilibatkan dalam menjaga stabilitas pasar.

Panji menambahkan, selain fokus pada inflasi, BI juga mendorong transformasi pertanian berkelanjutan di Riau. Antisipasi musim hujan menjadi perhatian khusus, mengingat jalur logistik dari Sumbar kerap terganggu longsor.

“Menjelang musim hujan, distribusi jangan sampai terputus karena dampaknya sangat besar pada suplai pangan di Riau,” ujarnya.

Pelepasan Tim Jelajah di Gedung Bersejarah

Tim liputan Jelajah Ketahanan Pangan Riau 2025 dilepas dari Gedung Tungku Uang ‘Akhmad Martinoes’ Pekanbaru, bangunan bersejarah tempat pemusnahan uang tidak layak edar pada era 1970-an hingga awal 2000-an.

“Gedung ini menjadi saksi bagaimana BI menjaga kualitas uang rupiah. Kini kami jadikan sarana edukasi agar generasi muda memahami sejarah pengelolaan rupiah,” kata Panji.

Bangunan yang sempat direstorasi pada 2024 itu kini berdiri lebih representatif dan telah diresmikan kembali oleh Pj Gubernur Riau.

Tantangan Pangan Riau

Sementara itu, Kepala Perwakilan Bisnis Indonesia Pekanbaru, Aang Ananda Suherman, menegaskan kesenjangan antara produksi dan kebutuhan pangan di Riau masih lebar.

“Produksi beras kita sekitar 120 ribu ton, sementara kebutuhan mencapai 600 ribu ton. Inilah yang membuat harga sering melonjak,” ujarnya.

Aang menilai seluruh pemangku kepentingan harus turun tangan menjaga ketahanan pangan. Apalagi, mahalnya harga di pasaran membebani masyarakat.

“Kami ingin semua pihak melihat langsung kondisi ini secara komprehensif. Upaya BI, Bulog, Satgas Pangan, hingga BUMD Riau Pangan Bertuah patut diapresiasi, namun tantangan tetap besar,” katanya.

Lewat program ini, Aang berharap kondisi riil sentra pangan di Riau dapat tergambar jelas, sekaligus menjadi momentum memperkuat kerja sama lintas sektor demi ketersediaan dan keterjangkauan pangan bagi masyarakat. (*)

Terkini